Open Interest Bitcoin Pecah Rekor di Tengah Reli Harga ke US$107.000
Total open interest (OI) dalam kontrak futures Bitcoin (BTC) mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada 21 Mei 2025, memunculkan kekhawatiran bahwa posisi short dengan leverage tinggi kini berada dalam posisi rawan likuidasi.
Menurut data CoinGlass per Rabu (21/5/2025), total OI Bitcoin melonjak menjadi US$74,4 miliar atau setara Rp1.220 triliun dalam waktu sehari. Angka ini melampaui rekor sebelumnya, yakni US$72 miliar yang tercatat pada 20 Mei 2025.
Sebagai informasi, open interest merujuk jumlah dana yang terikat pada kontrak derivatif, seperti futures atau options, yang masih terbuka dan belum diselesaikan. Indikator ini tidak hanya menunjukkan jumlah kontrak yang terbuka, tetapi juga mencerminkan aliran dana yang masuk atau keluar dari pasar derivatif.
Kenaikan signifikan pada OI Bitcoin saat ini sebagian besar dipicu oleh meningkatnya permintaan institusional. Chicago Mercantile Exchange (CME) memimpin dengan nilai OI sebesar US$17,2 miliar, diikuti oleh Binance dengan US$12,2 miliar.

CoinGlass juga mencatat adanya konsentrasi besar posisi short di kisaran harga US$107.000–US$108.000, dengan potensi likuidasi mencapai US$1,2 miliar. Jika harga Bitcoin mampu menembus batas atas zona ini, gelombang likuidasi paksa terhadap posisi leverage tinggi dapat terjadi, dan justru mendorong kenaikan harga lebih lanjut.
Kenaikan OI juga terjadi seiring lonjakan harga Bitcoin yang berhasil menembus level US$107.000. Berdasarkan data CoinMarketCap , Bitcoin sempat menyentuh level tertinggi harian di US$107.200, level tertinggi sejak Januari 2025.
Namun hingga artikel ini ditulis, harga Bitcoin terkoreksi ke US$106.300 dengan kapitalisasi pasar sebesar US$2,11 triliun. Secara keseluruhan, nilai pasar aset kripto global tercatat di US$3,37 triliun.

Baca juga: Fintech Asal Indonesia Siapkan Dana Rp1,6 Triliun untuk Investasi Bitcoin
Optimisme Investor di Tengah Ketidakpastian Ekonomi AS
Meskipun belum ada katalis kuat yang bisa mendorong harga Bitcoin menembus US$108.000, sentimen pasar terus menguat, terutama di tengah kekhawatiran terhadap kondisi fiskal Amerika Serikat. Ketidakpastian seputar strategi pemerintah AS dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan penghematan anggaran menjadi salah satu faktor pemicu volatilitas.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS bertenor 20 tahun naik ke kisaran 5%, dari 4,82% dua pekan sebelumnya. Lemahnya minat pasar terhadap obligasi jangka panjang membuka ruang bagi Federal Reserve untuk kembali menjadi pembeli terakhir (buyer of last resort), yang berpotensi mengakhiri tren pengetatan moneter selama lebih dari dua tahun. Langkah ini dapat menekan nilai dolar AS dan mendorong investor untuk mencari alternatif lindung nilai, salah satunya adalah Bitcoin.
Popularitas Bitcoin sebagai instrumen lindung nilai juga kian menguat berkat langkah beberapa negara yang mulai mengeksplorasi potensi alokasi sebagian cadangan emas mereka ke Bitcoin. Meskipun belum menjadi kebijakan resmi, langkah ini menjadi sinyal kuat bagi adopsi institusional yang lebih luas.
Namun, pelaku pasar masih menilai bahwa kekuatan utama penggerak harga Bitcoin tetap berasal dari minat institusional. Contohnya adalah perusahaan publik Strategy (dulu dikenal sebagai MicroStrategy) yang dipimpin oleh Michael Saylor. Perusahaan tersebut kini memegang 576.230 BTC dan menjadi salah satu institusi terbesar dalam akumulasi aset digital ini.
Baca juga: 3 Sinyal Penting Bitcoin yang Patut Dipantau Pekan Ini
Disclaimer: Konten pada artikel ini hanya merefleksikan opini penulis dan tidak mewakili platform ini dengan kapasitas apa pun. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai referensi untuk membuat keputusan investasi.
Kamu mungkin juga menyukai
Pasangan perdagangan margin spot baru - LA/USDT
AINUSDT sekarang diluncurkan untuk perdagangan futures dan bot trading
Bitget merilis Laporan Valuasi Dana Perlindungan Juni 2025.
Pengumuman mengenai pembakaran Bitget Token (BGB) Q2 Tahun 2025
Berita trending
LainnyaHarga kripto
Lainnya








